Kamis, 09 Oktober 2014

Letter from Prof Rhenald Kasali @Rhenald_Kasali

Assalamualaikum wr.wb


Pada abad ke-15, seorang pelaut tangguh mengangkat layar kapalnya menyeberangi lautan. Tujuannya adalah pusat rempah-rempah di timur.

“India.” Ia berseru pada semua awak kapalnya. “Kita telah mendarat di India.”

Anda mungkin sudah bisa mereka siapa yang saya maksud. Ya, dia adalah Christopher Colombus. Alih-alih mendarat di India seperti janjinya pada ratu Isabel yang membiayai misi perjalanannya (untuk memperkuat posisi Spanyol dalam perdagangan rempah-rempah yang terputus akibat Perang Salib), Colombus justru mendarat di Amerika.

Ini tentu di luar harapannya. Saat menghadap ratu, ia pun dicemooh para penjelajah dunia lainnya yang sudah sampai di Tanjung Harapan. Ketika itulah Columbus berfilsafat, "Kalau Anda tak pernah kesasar, maka kita tak akan pernah menemukan jalan baru." 

Tetapi bagaimana orang seperti Columbus bisa menjadi penjelajah dunia, menemukan dunia baru? Sama pertanyaannya, mengapa orang-orang Jepang, India, Yahudi, China dan Korea ada di seluruh dunia?

Bahkan sekarang, orang Malaysia dan Singapura mulai banyak buka usaha di sini? Ada apa dengan anak-anak kita yang masih senang berada dalam "ketiak" keluarga besarnya, menjadi PNS dan sebagainya?

Saya ingin katakan, sesungguhnya anak-anak Anda sama seperti saya. Kita semua sebenarnya rajawali, dan bukanlah burung dara yang sayapnya diikat (dikodi) serta tak pernah bisa terbang tinggi, diberi kandang yang sempit agar selalu dekat dengan tuannya.

Berikan anak-anak Tantangan, Maka Mereka akan Menjadi Pemimpin

Saya kira Columbus benar. Kita semua tahu tidaklah penting apa yang kita capai hari ini, atau saat ini. Yang lebih penting sesungguhnya adalah apa yang bisa kita pelajari dari sebuah perjalanan itu sendiri. Apalagi perjalanan itu adalah sebuah proses, bukan penghentian akhir. Anak-anak tak boleh berhenti belajar walau katanya "sudah tamat" sekolah.

Sebaliknya, Anda tahu hari ini, jutaan manusia Indonesia setiap hari sangat takut "menjelajahi" dunia baru yang sama sekali belum dikenalnya. Teman saya, seorang guru matematika misalnya, marah besar saat disuruh mengajar matematika dengan cara digabungkan dengan ilmu lainnya secara holistik. Dia biasa nyaman dalam silonya yang parsial dan merasa paling pandai. Dia juga gemar mengatakan orang lain salah.

Banyak orang menghindari sesuatu yang namanya kegagalan, kesasar, atau segala hal baru yang bakal menyulitkan hidupnya. Bahkan, menghindari sesuatu kalau ada tantangannya karena takut terlihat kurang pandai karena orang lain bisa melakukannya sedang kita mungkin tidak. Kita maunya anak-anak kita menjadi juara kelas, lulus cepat dan dapat pekerjaan yang baik, dimudahkan jalannya.

Kita bahkan carikan mereka pekerjaan dari koneksi kita, yang mudah-mudah. Tak banyak orang yang mengerti bahwa keunggulan yang dicapai manusia sebenarnya tak pernah lepas dari seberapa hebat ia terlatih menghadapi aneka kesulitan dan tantangan kehidupan.

Tanpa kita sadari, sebenarnya kita terperangkap dalam kenyamanan. Persis seperti perjalanan pulang-pergi rumah-kantor yang selalu melewati jalan yang sama berulang-ulang, yang sesungguhnya mencerminkan kemalasan berpikir belaka. Kita takut kesasar, menjaga agar anak-anak tidak tersesat. Padahal jalan yang buntu itu bukan dead end, tetapi pertanda perlunya putar arah (reroute). 

Ingatlah, masalah baru terus bermunculan dan pengambilan keputusan tak bisa dihafalkan. Habit kita telah kita wariskan pada bangsa melalui anak-anak kita.

"Self Driving"

Bepergian ke tempat baru, dengan informasi, uang, waktu dan pengetahuan terbatas sesungguhnya bisa mengubah nasib manusia. Dan keterbatasan itu belum tentu membuat kita tersudut tanpa kemampuan keluar (dari kesulitan) sama sekali. Dan anak-anak remaja kita, sesungguhnya memiliki kemampuan untuk men-drive diri masing-masing, yang membuat mereka mampu mencari dan menemukan "pintu keluar" dari kesulitan sehari-hari.

Namun tradisi kita ternyata jauh dari harapan itu. Kita lebih banyak membentuk mereka menjadi passengers ketimbang drivers. Persis seperti penumpang angkutan kota yang boleh mengantuk, bahkan tertidur, tak perlu tahu arah jalan, merawat kendaraan, berinisiatif pindah jalur. Semua sudah ada yang urus, tahu-tahu sudah sampai di tempat tujuan.

Anak-anak kita sesungguhnya adalah rajawali, bukan burung dara. Tetapi secara psikologis dan tradisi, kita telah mengikat (meng-'kodi') sayapnya, sehingga mereka tak bisa terbang tinggi. Mereka hanya menjadi "burung dara" yang hanya bisa melompat ke atap gedung, lalu turun lagi ke bawah tidak jauh-jauh dari rumah kita.

Kita "kodi" sayapnya dengan berbagai belenggu, apakah itu proteksi dan kenikmatan yang berlebihan, keputusan yang tidak pernah kita ijinkan untuk diambil mereka sendiri, hanya untuk memotong rambut atau membeli sepatu. 

Banyak masalah mereka kita ambil alih cepat-cepat sebelum mereka bergulat mengatasinya sendiri dalam kecemasan, dalam ketakberdayaan.

Juga dogma, ancaman, ketakberdayaan dari pengalaman kita, serta kehadiran kita yang harus ada kemanapun mereka pergi.

Cerita mereka bisa anda baca dalam buku aplikasi Self Driving (terbit dua minggu lalu) yang kemarin diluncurkan mahasiswa saya di UI. Judulnya 30 Paspor di Kelas Sang Profesor. Isinya suka duka dan curhat mereka melepas kodi-kodi itu agar menjadi rajawali yang hebat dalam program one person-one nation, kesasar di manca-negara.

Buku itu jadi sebagai akibat provokasi yang saya lakukan pada mereka, dengan fakta bahwa para tenaga kerja wanita kita di luar negri ternyata lebih mampu menangani tantangan dan ketidakpastian di luar negri ketimbang para calon sarjana yang hanya duduk manis di bangku kuliah.

Saya katakan, era jagoan bicara telah berakhir, kini jagoan itu hanya akan dihormati kalau mereka punya karya, punya langkah. Dan TKW itu adalah manusia yang terhormat karena mereka punya langkah dan membawa berkah.

Jadi hari pertama kuliah, mereka harus urus paspor. Seminggu kemudian, membuat rencana perjalanan ke luar negri. Satu negara hanya boleh dikunjungi oleh satu orang. Dan itu harus cepat, karena 30 mahasiswa berebut negara tujuan dengan syarat tak boleh yang bahasa dan penduduknya mirip dengan kita. Kalau terlambat, biayanya makin besar, negeri yang dikunjungi makin jauh, makin rumit pengurusan visa dan mungkin saja makin tak menarik untuk dikunjungi. Misalnya Bangladesh.

Ada dua situasi kebatinan yang akan mereka hadapi: terasing sekaligus tertantang. Dalam keterasingan, mereka hanya berbicara dengan diri sendiri, bukan bergantung pada orang lain. Di tengah kesibukan banyak berdialog dengan orang lain dan media sosial, dalam keterasingan, bagus bagi anak muda untuk membangun diri. Dialog diri ini akan menimbulkan self awareness (kesadaran diri) untuk membentuk karakter yang kuat.

Sebab, kuliah saja di bangku kelas tak menjamin manusia belajar menghadapi tantangan yang sebenarnya. Kini, semua persiapan harus diurus sendiri dalam waktu yang sangat singkat, dilarang memakai jasa calo atau travel, juga dilarang menerima bantuan keluarga.

Paspor, penginapan, rencana perjalanan, apa yang mau dilihat, biaya dan sebagainya. Laporannya pun bebas, diutamakan refleksi kehidupan, bukan soal produk atau pasar. Jadi perjalanan mereka tidak dimulai di pintu keberangkatan bandara, melainkan di hari pertama kuliah dengan saya. 

Sambil belajar teori saya ajak mereka melihat sendiri dunia, dan hadapi sendiri segala masalah. Makin kesasar makin bagus. Lama-lama "kodian" itu lepas, sayap mereka membuka, tanpa disadari mereka mulai bisa terbang jauh.

Satu hal yang dapat dipastikan adalah; mereka akan mulai mengaktifkan otaknya. Dari situ secara tidak sadar mereka sudah memulai praktik manajemen yang sebenarnya. Selama ini buku-buku sudah pasti menjelaskan segala teknik mengatasi masalah dengan amat jelas. 

Masalahnya, pernahkah mereka sendiri menggunakanya dalam kehidupan di dunia nyata? 

Faktanya pula, kebanyakan sarjana kita belum banyak yang mampu bekerja dengan baik meski di bangku perkuliahan mereka terlihat sangat berprestasi. Inilah yang disebut sarjana kertas dengan kehebatan memindahkan isi buku ke dalam lembar kertas ujian. 

Sebagai guru, saya merenungkan kehadiran saya dalam kehidupan mereka: apakah saya hanya menjadi pentransfer pengetahuan atau seorang pendidik? Saya menyadari betul bahwa pendidik bukanlah sekedar penyampai teori. Kemampuan mewadahi keingintahuan, memperbaiki watak dan karakter, membentuk masa depan mereka adalah sama pentingnya dengan memperaktikan teori. 

Masalahnya, maukah mereka berubah? Apakah perubahan ini diijinkan orangtua mereka yang "percaya" bahwa menjadi burung dara lebih baik daripada menjadi rajawali...


Prof Rhenald Kasali adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Selain itu, pria bergelar Ph. D. dari University of Illinois ini juga banyak memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, di antaranya menjadi pansel KPK sebanyak 4 kali, dan menjadi praktisi manajemen. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi role model social business di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian. Saat ini, dia juga maju sebagai kandidat Rektor Universitas Indonesia. Terakhir, buku yang ditulis berjudul "Self Driving": Merubah mental passengers menjadi drivers.


Wassalamualaikum wr.wb

Rabu, 08 Oktober 2014

Sharing Dikit

Assalamualaikum wr.wb.

Halo semuaaa Alhamdulillah gue ada waktu buat ngblog lagi haha di Cepu... Actually in this city I wanna tell all of you what life is, and taking you to my journey in about a month here. Gue janji waktu itu bakal posting lagi, dan sekarang kebetulan ada waktu hehe. Gimana kabar lo semua? Semoga baik semua  aamiin... 

I made a really different path on my life. Studying something new that I never met before. Gue ga ngebayangin di STEM Akamigas akan belajar layaknya mahasiswa udah semester 2 keatas. Sedikit sharing, MKU atau mata kuliah umum itu ga sebanyak materi di Univ lain. Karena beberapa waktu lalu pas gue ke Surabaya ikut seminar pertamina yang salah itu... (karena ga sesuai konsentrasi gue di STEM -_-), nah di Surabaya gue ketemu dan dipaksa temen gue nginep di Surabaya dan akhirnya ya gue nginep...sekalian refreshing lah nostalgia sama cita2 sekolah di ITS wkwkwk. Di kosan temen gue liat2 buku MKU nya macem kalkulus, fisdas, dll. dan emang untuk akademik pelajaran di STEM agak kurang jadi ya kalo gue mau lanjut pendidikan ya harus ekstra lagi belajarnya.. Yaa yang pasti SIAAAP!!! Intinya di STEM itu gue langsung belajar to the point banget. Gue belajar peralatan pengolahan migas ya walaupun baru pengantar dan belum ada hitungan tapi yang gue gak kira kalo harus belajar se- to the point ini, kayak pelajaran tentang prinsip operasi kolom, karakteristik cdu/vdu, storage handling, petrokimia, pompa - kompresor, turbin gas, turbin uap, wawww haha ga nyangka kalo harus mempeajarinya di semester 1 ini. Tapi asik dan enjoy banget mempelajarinya haha ga sabar akhir tahun ini ada praktik ke kilang pusdiklat migas esdm, ke PT Humpus juga karena gue pengen banget liat kondisi real kolom, HE, dkk nya itu. Doain ya dimudahkan dalam proses belajar disini aamiiin....

Oh iya, btw gue liat berita di twitter barusan nih siang hari ini. Ada berita pembunuhan WNI wanita transgender gitu. Ya namanya lo cari sendiri ajaaa. Yang udah tau dan baca ceritanya ya gue saranin jangan kita sebagai sesama orang Indonesia malah menghujat almarhum. Karena kan juga orangnya udah meninggal. Tapi, tanda-tanda akhir zaman memang semakin nyata atas peristiwa ini. Semoga ini menjadi peringatan untuk kita aja semoga makin hari makin taat sama agama kita masing2 agar snantiasa selalu berbuat baik setiap saat.

Btw juga, Idul Adha kemarin alhamdulillah bisa balik ke Bekasi jadi bisa nyenengin nyokap gitu surprise tau2 dateng hehe. Emang jujur kerasa banget jauh dari orangtua. Pas awal2 di STEM yaa ga bohong deh I always thinking how's life if I study in UI??  I would see her everyday maybe, bisa bantuin dia nyuci, masak hehe.. Sampe2 gue kepikiran untuk ikut SBMPTN lagi tahun depan astagfirullah cengeng banget gue (maklum anak tunggal woyyy). Tapi setelah merenung bahkan ketemu lagi sama Ibu dan Bapak pas pulang kemaren entah kenapa rasa keinginan tadi hilang. Muncul kekuatan infinitif yang makin nguatin gue. Kalo di kolom tray tuh ada peristiwa entrainment..nah suhunya ketinggiaaan..laju vapornya super cepet, entrainmentnya makin banyaaak wkwk.. Ya intinya gue lihat wajah mereka rasa kangen hilang, rasa khawatir hilang, dan yang pasti wajah mereka kelihatan bahagia makanya gue balik lagi ke Cepu pun tanpa beban ya slow aja hehe... Alhamdulillah gue juga bisa ngumpul malmingnya sama temen2 SMA.. Alhamdulillah juga temen gue bawa temennya yang SubhanAllah..beruntung gue bisa ke SMB waktu itu :)

Yasudah gue mohon doanya (lagi) karena akhir tahun ini gue harus udah nyiapin judul KKW.. Kepengennya sih tahun depan PKL bisa dapet di RU Balongan/Cilacap biar wawasan kebuka aja ga di pusdiklat migas Cepu terus. Gak nutup kemungkinan mau coba ajuin di Bekasi ada PT BBWM hehe biar deket sama rumah... Aaamiin...

Wassalamualaikum wr.wb


...........................................................................
And I see the photo taken 
Think this morning will be so alright
Come wake me up and over go
Wanna had my future and yours be so bright
 ..................................................................................