Kisahnya sepupu gua nama panggilannya Ipung, dia
sangat aktif dan terlalu aktif waktu kecil sehingga dia memutuskan untuk
berpetualang di sekitar arena pernikahan dengan kecepatan 30 km/jam yang sangat
riskan buat tempat dengan orang sebnayak itu. Akhirnya ipung bosan dan mencari
tempat sepi. Ia pun menemukan markas rahasia di tempat parkiran dan bebas
bermain disana bersama tukang parkir. Karena tukang parkir gabisa nyambi jadi
babysitter, akhirnya dia bermain tanpa ada yang mengawasi dan petaka itu pun
tiba. Ketika Ipung sedang dalam kecepatan tinggi, remnya blong dan dia tidak
melihat ada bebatuan yang tidak rata di hadapannya. Ia terperosok,
terluntang-lantung, terkulai namun tak ngesot dan jatuh seketika dengan kepala
terlebih dahulu mendarat di bebatuan yang terjal tadi. Tak terpungkiri kulit
kepalanya terkelupas dan menganga. Sebagaimana yang dilakukan semua anak jika
itu terjadi adalah ritual menangis. Tukang parkirpun kaget dan menghampiri
Ipung dengan cepat tapi kecepatannya terlalu tinggi yang menyebabkan dia
terperosok, terluntang-lantung, terkulai namun tak ngesot. Pendaratannya pun
mulus tidak seperti Ipung dan ia pun segera menyelamatkan Ipung. Orang tua
Ipung datang dan segera menyelamatkan Ipung dari medan yang terjal itu namun
tanpa terperosok, terluntang-lantung, terkulai namun tak ngesot. Ipung pun
berhasil dievakuasi dengan bonus 7 jahitan. Gua gatau sih berapa jahitan cuma
gua suka angka 7 jadi tujuh aja deh. Walaupun insiden terjadi, ibu dan bapak
gua hanya melotot dan panik sekedar dari tempat duduk singgasana pasangan
pernikahan. Dan acara tetap berlanjut secara khitmat.
Ya jadi begitulah kisah singkat mulai dari gua lahir
dan asal muasal pertemuan ortu gua. Ortu gua sementara pernah tinggal di rumah
nenek dan kakek menunggu rumah di daerah Bekasi yaitu rumah gua yang sekarang.
Oh iya pas bayi gua juga pernah mengalami ritual “disapih”. Yaitu semacam
ritual pemisahan sementara ibu dan anak dengan tujuan supaya anak ga
ketergantungan menyusu ke ibunya. Jadi waktu itu gua dititipkan ke tempat nenek
dan kakek dari bapak gua sedangkan ibu gua berada di rumah ortunya. Walaupun
jauh kita tetep kontak-kontakan karena kan ada telegram. Usaha itu lumayan
mengalami banyak tantangan dan usaha keras karena gua agak nakal waktu bayi.
Karena gua bayi normal, gua punya insting untuk mencari tete emak. Namun karena
saat itu sedang disapih, yang ada tete orang-orang yang menggendong gua. Dan
sejak saat itu jarang yang mau menggendong gua. Gua tau yang gendong bukan ibu
gua dan memang gua sudah merasakan ada yang lain dari tekstur tete orang-orang
yang menggendong gua. Ada yang kecil dan tidak terlalu lebar, ada juga yang
besar dan seperti bantal mengembang yang baru dibeli. Bahkan ada yang kempes,
keriput, dan alot dan ternyata itu tete nenek gua. Tapi semua hal tadi ternyata
berhasil dengan baik. Gua ga jadi ketergantungan nete. Bisa lo bayangin gimana
kalo gua ketergantungan sama tete. Bisa-bisa karena kebelet nete, tete orang-orang
di pinggir jalan jadi korban. Selama itu pula gua tidak dikaruniai seorang adik
atau sodara kandung. Ketika gua tanya ke ortu katanya mereka udah ketuaan, ya
memang ortu gua menikah ketika bapak gua berumur 30 tahun. Tapi yang jadi
alasan menurut gua bukan itu, tapi mereka takut punya anak berspesies kayak gua
lagi. Beruntung memiliki banyak sepupu sehingga ga kesepian walaupun kadang
disiksa. Dari segala kekurangan yang gua miliki banyak kenikmatan yang ga gua
sadari. Gua patut bersyukur tercukupi semua kebutuhan gua, baik itu materi
maupun cinta dan kasih sayang. Itulah mengapa gua tidak menyesal sama sekali
dan tidak akan menuntut Tuhan menjadi anak pertama dan anak terakhir.
LO PIKIR GUE TRONTON BERKECEPATAN TINGGI!! daripada lo minum tiner, lo pikir itu slurpee!?
BalasHapusiseng baca gara2 prisma, mayan lah buat newbie blog (?) haha nais jib
BalasHapus