Selasa, 10 Januari 2012

Anak Pertama dan Anak Terakhir (part 3)

Kisahnya sepupu gua nama panggilannya Ipung, dia sangat aktif dan terlalu aktif waktu kecil sehingga dia memutuskan untuk berpetualang di sekitar arena pernikahan dengan kecepatan 30 km/jam yang sangat riskan buat tempat dengan orang sebnayak itu. Akhirnya ipung bosan dan mencari tempat sepi. Ia pun menemukan markas rahasia di tempat parkiran dan bebas bermain disana bersama tukang parkir. Karena tukang parkir gabisa nyambi jadi babysitter, akhirnya dia bermain tanpa ada yang mengawasi dan petaka itu pun tiba. Ketika Ipung sedang dalam kecepatan tinggi, remnya blong dan dia tidak melihat ada bebatuan yang tidak rata di hadapannya. Ia terperosok, terluntang-lantung, terkulai namun tak ngesot dan jatuh seketika dengan kepala terlebih dahulu mendarat di bebatuan yang terjal tadi. Tak terpungkiri kulit kepalanya terkelupas dan menganga. Sebagaimana yang dilakukan semua anak jika itu terjadi adalah ritual menangis. Tukang parkirpun kaget dan menghampiri Ipung dengan cepat tapi kecepatannya terlalu tinggi yang menyebabkan dia terperosok, terluntang-lantung, terkulai namun tak ngesot. Pendaratannya pun mulus tidak seperti Ipung dan ia pun segera menyelamatkan Ipung. Orang tua Ipung datang dan segera menyelamatkan Ipung dari medan yang terjal itu namun tanpa terperosok, terluntang-lantung, terkulai namun tak ngesot. Ipung pun berhasil dievakuasi dengan bonus 7 jahitan. Gua gatau sih berapa jahitan cuma gua suka angka 7 jadi tujuh aja deh. Walaupun insiden terjadi, ibu dan bapak gua hanya melotot dan panik sekedar dari tempat duduk singgasana pasangan pernikahan. Dan acara tetap berlanjut secara khitmat.

Ya jadi begitulah kisah singkat mulai dari gua lahir dan asal muasal pertemuan ortu gua. Ortu gua sementara pernah tinggal di rumah nenek dan kakek menunggu rumah di daerah Bekasi yaitu rumah gua yang sekarang. Oh iya pas bayi gua juga pernah mengalami ritual “disapih”. Yaitu semacam ritual pemisahan sementara ibu dan anak dengan tujuan supaya anak ga ketergantungan menyusu ke ibunya. Jadi waktu itu gua dititipkan ke tempat nenek dan kakek dari bapak gua sedangkan ibu gua berada di rumah ortunya. Walaupun jauh kita tetep kontak-kontakan karena kan ada telegram. Usaha itu lumayan mengalami banyak tantangan dan usaha keras karena gua agak nakal waktu bayi. Karena gua bayi normal, gua punya insting untuk mencari tete emak. Namun karena saat itu sedang disapih, yang ada tete orang-orang yang menggendong gua. Dan sejak saat itu jarang yang mau menggendong gua. Gua tau yang gendong bukan ibu gua dan memang gua sudah merasakan ada yang lain dari tekstur tete orang-orang yang menggendong gua. Ada yang kecil dan tidak terlalu lebar, ada juga yang besar dan seperti bantal mengembang yang baru dibeli. Bahkan ada yang kempes, keriput, dan alot dan ternyata itu tete nenek gua. Tapi semua hal tadi ternyata berhasil dengan baik. Gua ga jadi ketergantungan nete. Bisa lo bayangin gimana kalo gua ketergantungan sama tete. Bisa-bisa karena kebelet nete, tete orang-orang di pinggir jalan jadi korban. Selama itu pula gua tidak dikaruniai seorang adik atau sodara kandung. Ketika gua tanya ke ortu katanya mereka udah ketuaan, ya memang ortu gua menikah ketika bapak gua berumur 30 tahun. Tapi yang jadi alasan menurut gua bukan itu, tapi mereka takut punya anak berspesies kayak gua lagi. Beruntung memiliki banyak sepupu sehingga ga kesepian walaupun kadang disiksa. Dari segala kekurangan yang gua miliki banyak kenikmatan yang ga gua sadari. Gua patut bersyukur tercukupi semua kebutuhan gua, baik itu materi maupun cinta dan kasih sayang. Itulah mengapa gua tidak menyesal sama sekali dan tidak akan menuntut Tuhan menjadi anak pertama dan anak terakhir.     

2 komentar:

  1. LO PIKIR GUE TRONTON BERKECEPATAN TINGGI!! daripada lo minum tiner, lo pikir itu slurpee!?

    BalasHapus
  2. iseng baca gara2 prisma, mayan lah buat newbie blog (?) haha nais jib

    BalasHapus