Minggu, 08 Januari 2012

Anak Pertama dan Anak Terakhir (part 1)

Hai sobat, nama gua Tyo. Gua lahir tanggal 22 Juli 1996 hari Senin sekitar jam 10 malam tanpa kecacatan apapun. Gua lahir setelah orangtua gua menikah dua tahun. Butuh perjuangan berat seperti bertapa di Masjid Sunan Kudus demi mendapatkan seorang anak. Karena katanya di daerah sana tanahnya subur. Dan pertapaan itu berakhir 2 tahun disudahi dengan hamilnya ibu gua. Kata ortu gua sih “Gak segampang itu membuat anak, perlu waktu, adonan yang tepat, dan ketelatenan dari sang pembuatnya.” Dari situ gua berpikir kalo membuat anak itu semacam membuat kue. Adonan jangan terlalu keras karena mungkin berakibat sifat anak tersebut akan keras kepala, dan juga jangan terlalu lembek yang mungkin menyebabkan sifat anak menjadi lenje. Sehingga gua gatau kalo pembuatannya sedeng gimana. Maybe kalo siang keras kepala, kalo malem lenje. Bagaikan pembuatan kue kering, kalo kelamaan bikinnya akan kegosongan, sedangkan kalo kecepetan bikinnya mungkin bakal albino. Dan fakta menyatakan kulit gua hitam yang membuktikan proses pembuatan gua kelamaan. Tapi gua beruntung tidak lenje walaupun agak sedikit keras kepala. Andaikan saat itu gua berada di samping Tuhan, gua akan memohon kepada Tuhan agar Ia membisikkan semacam wejangan kepada ortu gua untuk menghentikan proses pembuatan gua yang mungkin akan mempengaruhi pigmen di tubuh gua. Karena gua orang jawa tulen, gua dikasih tau bahwa gua lahir pada Senin Pon berdasarkan penanggalan jawa. Gangerti apa efeknya pokoknya gua cowo tulen. Berhubungan dengan malam hari, ibu gua berkata bahwa kalo anak lahir pada malam hari, maka pasti akan berani keluar di saat malam hari. Namun kenyataannya gua jam 8 udah nguap-nguap. Jika dipaksakan tidur malam, kepala gua akan pusing pada paginya. Jadi gua sama sekali gapercaya dengan pendapat sejenis itu. Mungkin seperti berikut, nenek dari ibu gua pernah berkata bahwa kucing itu adalah nenek moyangnya harimau dan cicak itu adalah nenek moyangnya buaya. Setelah gua sekolah baru gua tau bahwa itu ngaco berat karena dimana-mana nenek moyang itu badannya lebih gede bukan sebaliknya. Jadi, pendapat nenek gua itu aneh, dan berarti nenek gua juga aneh. Oh iya, gua lahir dari pasangan orang tua yang sangat berbeda 360 derajat. Bapak gua laki-laki, sedangkan ibu gua perempuan. Bapak gua keturunan Jawa-Betawi tapi lebih kental ke Jawa. Sedangkan ibu gua keturunan Jawa-Surabaya namun lebih kental ke Jawa. Jadi intinya gua persatuan Jawa, partai gua Jawa Tulen. Sehingga hal itu yang menyebabkan keterbatasan gua untuk berwisata keluar Pulau Jawa. Ibu gua bertransmigrasi dari Katolik ke Islam setelah menikah dengan bapak gua. Beliau adalah transmigran yang taat karena sekarang udah mulai pake jilbab dan baca Iqro. Sebelum gua lahir rambutnya katanya kemana-mana. Parahnya rambut di ketek juga kemana-mana (itu bohong abaikan). Beruntung muka gua mirip ibu jadi lumayan banyak yang bilang gua ganteng, sampe dokter yang membantu persalinan gua juga bilang kalo gua ganteng, namanya Dokter Utami. Dokter Utami menyumpahkan gua jadi orang ganteng karena berkata demikian saat gua berhasil keluar dari sarang gua selama 9 bulan, “Wah.. Ini anaknya ganteng bu, lebih ganteng daripada bapaknya.” Mungkin di luar ruang persalinan bapak gua kupingnya panas. Namun pada intinya memang semuapun mengakui kalo gua terganteng di keluarga gua. Ibu gua orangnya tegas, juga terlalu periang dan sangat aktif bahkan paling aktif di keluarga. Saat kita sedang tak ada bahan omongan, ibu gua selalu menghidupkan suasana (gua gabisa bayangin gimana kalo ibu gua di kuburan). Mulai dari diam jadi senyum, diam jadi tawa, diam jadi tambah diam, dan diam jadi rusuh. Walaupun begitu tetap saja beliau merupakan malaikat terindah yang Tuhan kirimkan sebagai pendamping di tengah-tengah petualangan hidup gua. Oke sekarang bapak, hmm..bapak gua itu orang yang gemuk dan dari gua bisa ngeliat dunia sampe sekarang tetap saja gemuk, walaupun gua sangat tidak percaya melihat fotonya 20 tahun lalu. Beliau orang yang irit bicara, tidak terlalu suka bercanda. Jika bercandaannya tidak sefaham dengan dia maka dia tidak akan tertawa. Beliau orangnya serius, namun dapat bercanda di saat-saat tertentu. Dari kedua karateristik pasangan tadi, gua juga mendapat kesimpulan bahwasannya untuk mempersatukan hati dan perasaan di antara dua manusia tidaklah harus sefaham atau sependapat. Selama rasa saling menghargai dan menghormati masih di hati, maka perbedaan dapat diatasi dengan baik. Namun perbedaan yang terlalu jauh juga membuat lo bakal repot kalo misalnya lo harus berpasangan dengan seorang yang idiot.What's happen next? wait and keep stay :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar